1. Priode 1945 - 1949
Sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka mulailah negara Indonesia menjalankan sistem pemerintahan berdasar Undang-Undang Dasar tersebut. Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai memberikankut.
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas aturan dan tidak didasarkan atas kekuasaan belaka.
b. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme.
c. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR.
d. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR.
e. Presiden tidak bertanggung tpendapat kepada DPR, artinya kedudukan presiden tidak tergantung DPR.
f. Menteri negara ialah pembantu presiden dan tidak bertanggung tpendapat kepada DPR.
g. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Dalam situasi tersebut diberlakukan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan yang menyatakan: “Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perberat sebelahan Agung dibuat berdasarkan UndangUndang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan proteksi sebuah komite nasional”. Berdasar pernyataan itu, pemerintahan
Indonesia sepenuhnya dijalankan oleh Presiden Sukarno dengan proteksi sebuah Komite Nasional. Akhirnya, terjadi perubahan sistem pemerintahan.
Perubahan sistem pemerintahan itu dikarenakan adanya dua hal.
a. Maklumat Wapres No. X Tanggal 16 Oktober 1945 bahwa Komite Nasional Pusat yang sebelumnya sebagai pembantu presiden menjadi tubuh yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menentukan garis besar haluan negara.
b. Maklumat pemerintah Tanggal 14 November 1945 yang
menyatakan perubahan dari kabinet presidensial ke sistem kabinet parlementer.
Kenyataan di atas memperlihatkan meskipun memakai Undang-Undang Dasar 1945 yang bercirikan presidensial, terlaksanakannya bermetamorfosis sistem pemerintahan parlementer.
Penyimpangan konstitusional dalam kurun waktu ini, antara lain sebagai memberikankut.
a. Komite Nasional Indonesia Pusat berubah fungsi dari pembantu presiden menjadi tubuh yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut memutuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara berdasarkan Maklumat Wapres No. X Tanggal 16 Oktober 1945. Seharusnya, kiprah legislatif dilakukan oleh DPR dan kiprah memutuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara dilakukan oleh MPR.
b. Sistem kabinet presidensial bermetamorfosis kabinet parlementer berdasarkan seruan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada tanggal 11 November 1945 kemudian disetujui oleh presiden. Perubahan itu diumumkan dengan Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 bahwa kabinet presidensial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan sistem kabinet parlementer.
2. Priode 1949 - 1950
Pada tanggal 27 Desember 1949 terbentuklah negara Republik
Indonesia Serikat (RIS) yang merupakan bentuk negara federal. Negara federal RIS terdiri atas tempat negara dan satuan kenegaraan yang tegak sendiri.
a. Daerah negara ialah negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, negara Pasundan, negara Jawa Timur, negara Madura, dan negara Sumatera Timur.
b. Satuan kenegaraan yang tegak sendiri, yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Dengan terbentuknya RIS ini, negara Republik Indonesia hanyalah negara cuilan dari RIS. Oleh lantaran itu, Undang-Undang Dasar yang digunakan negara RIS ialah Konstitusi RIS 1949. Sebaliknya, Undang-Undang Dasar 1945 hanya digunakan oleh negara Republik Indonesia yang memberikanbu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan memakai prinsip parlementer, tetapi tidak mutlak sehingga disebut Quasi Parlementer.
Pokok-pokok sistem pemerintahan masa RIS ialah sebagai
memberikankut.
a. Presiden dengan kuasa dari perwakilan negara cuilan menunjuk tiga pembentuk kabinet (Pasal 74 Ayat (1) KRIS).
b. Presiden mengangkat salah seorang dari pembentuk kabinet tersebut sebagai perdana menteri (Pasal 74 Ayat (3) KRIS).
c. Presiden juga membentuk kabinet atau dewan menteri sesuai proposal pembentuk kabinet (Pasal 74 Ayat (3) KRIS).
d. Menteri-menteri (dewan menteri) dalam bersidang dipimpin oleh perdana menteri (Pasal 76 Ayat (1) KRIS). Perdana menteri juga melaksanakan kiprah keseharian presiden kalau presiden berhalangan.
e. Presiden bersama menteri merupakan pemerintah. Presiden ialah kepala pemerintahan (Pasal 68 Ayat (1) KRIS).
f. Presiden juga berkedudukan sebagai kepala negara yang tidak sanggup diganggu gugat (Pasal 69 Ayat (1) dan Pasal 118 Ayat (1) KRIS).
g. Menteri-menteri bertanggung tpendapat baik secara sendiri atau
bersama-sama kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 118 Ayat (2) KRIS).
h. Dewan Perwakilan Rakyat tidak sanggup memaksa menteri meletakkan jabatannya (Pasal 122 KRIS).
Pelaksanaan Konstitusi RIS ini tidak berjalan usang lantaran negara
RIS bukanlah harapan bangsa Indonesia. Beberapa negara cuilan yang terkumpul dalam RIS satu per satu menggabungkan diri ke negara Republik Indonesia. Akibatnya, negara federal RIS hanya tinggal tiga negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, negara Sumatera Timur. Ketiga negara cuilan itu bermusyawarah dan kesudahannya mencapai kata sepakat untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Kembalinya negara RIS ke bentuk negara kesatuan, maka konstitusi pun mengalami perubahan. Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar Sementara yang merupakan perubahan dari Konstitusi RIS.
Perubahan ini tertuang dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1950 perihal Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia menjadi UndangUndang Dasar Sementara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar ini dikenal dengan UUDS 1950. Dengan UUDS 1950 ini, Indonesia menjalankan pemerintahan yang baru.
Penyimpangan konstitusional dalam kurun waktu itu, antara lain sebagai memberikankut.
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia bermetamorfosis Negara Federasi Republik Indonesia Serikat (RIS). Perubahan tersebut berdasarkan pada konstitusi RIS.
b. Kekuasaan legislatif yang seharusnya dilaksanakan presiden dan DPR dilaksanakan DPR dan senat.
3. Priode 1950 - 1959
UUDS 1950 ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950. Mulai ketika itulah terjadi perubahan pemerintahan di Indonesia. Bentuk negara kembali ke bentuk kesatuan dengan sistem pemerintahan parlementer. Kabinet dipimpin oleh perdana menteri yang bertanggung tpendapat kepada parlemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan masa UUDS 1950 ialah sebagai memberikankut.
a. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara yang dibantu oleh seorang wakil presiden (Pasal 45 Ayat (1) dan (2) UUDS).
b. Presiden dan wakil presiden tidak sanggup diganggu gugat (Pasal 83 Ayat (1) UUDS).
c. Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang sebagai pembentuk kabinet. Sesuai proposal pembentuk kabinet, presiden mengangkat seorang perdana menteri dan mengangkat menteri-menteri yang lain (Pasal 51 Ayat (1) dan (2) UUDS).
d. Perdana menteri memimpin kabinet (dewan menteri).
e. Menteri-menteri, baik secara sendiri maupun bersama-sama
bertanggung tpendapat atas kudang keringjakan pemerintah kepada DPR (Pasal 83 Ayat (2) UUDS).
f. Presiden berhak membubarkan DPR (Pasal 84 Ayat (1) UUDS).
Adanya pertanggungtpendapatan menteri kepada DPR memperlihatkan adanya sistem parlementer. Apabila menteri tidak sanggup bertanggung tpendapat, maka DPR mengajukan mosi tidak percaya kepada kabinet sehingga kabinet mengundurkan
diri atau bubar. Pada kurun waktu 1950-1959 kabinet di Indonesia sering berganti lantaran adanya mosi tidak percaya dari DPR.
Pada masa sistem pemerintahan ini terdapat Dewan Konstituante
yang bertugas membuat undang-undang dasar gres sebagai pangganti dari UUDS 1950. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 134 UUDS 1950 yang menyatakan Dewan Konstituante gotong royong dengan pemerintah selekas-lekasnya memutuskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan
menggantikan UUDS ini. Dewan Konstituante mulai bersidang tahun 1955. Namun dalam kurun waktu 2 tahun, Dewan Konstituante tidak menghasilkan undang-undang dasar yang baru. Oleh karean itu, pemerintah melalui Perdana Menteri Djuanda mengusulkan untuk kembali ke UUD
1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Saran dari Perdana Menteri Djuanda tersebut pada dasarnya sanggup diterima anggota Dewan Konstituante, tapi mereka berbeda dalam pandangan. Akhirnya, diadakan pemungutan bunyi atau musyawarah untuk menentukan perbedaan pandangan tersebut. Karena tidak sanggup memperoleh dukungan bunyi yang memenuhi persyaratan, yaitu disetujui
2/3 dari jumlah anggota yang tiba maka Dewan Konstituante mengalami kebuntuan sehingga Dewan Konstituante dianggap tidak bisa lagi menjalankan tugasnya.
Akhirnya, Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan keputusan presiden yang dikenal dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959.
Isi Dekret Presiden tersebut ialah sebagai memberikankut.
a. Menetapkan pembubaran Dewan Konstituante.
b. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi bangsa Indonesia dan tidak berlakunya UUDS 1950.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dekret Presiden 5 Juli 1959 menandai berlakunya kembali sistem
pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Penyimpangan konstitusional dalam kurun waktu ini ialah berubahnya sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Akibat penyimpangan itu ialah kekacauan, baik di bidang politik, keamanan, maupun ekonomi sehingga tidak tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh sering bergantinya kabinet.
4. Priode 1959 - 1966
Sejak dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, Indonesia memasuki
periode demokrasi terpimpin dengan memakai sistem pemerintahan
presidensial. Presiden Sukarno menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia. Namun, dalam terlaksanakannya terjadi penyimpangan atas sistem pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa penyimpangan tersebut, antara lain sebagai memberikankut.
a. MPRS mengambil keputusan memutuskan Presiden Sukarno sebagai presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang memutuskan masa jabatan presiden 5 tahun.
b. MPRS memutuskan pidato presiden yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” sebagai GBHN tetap. Hal ini bertentangan
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
c. Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri negara.
Pelantikan Suharto menjadi presiden menggantikan Sukarno.
d. Presiden membuat penetapan presiden yang semestinya berupa undang-undang.
e. Presiden membubarkan forum DPR dan membentuk DPR Gotong royong.
Pada kurun waktu ini terjadi pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S/PKI) sehingga membuat keadaan negara kacau. Tuntutan rakyat biar presiden membubarkan PKI banyak disuarakan khususnya oleh mahasiswa. Tuntutan rakyat itu dikenal dan banyak digunakan dengan sebutan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yaitu bubarkan PKI, kebersihankan kabinet dari unsur-unsur PKI, dan turunkan harga.
Dengan adanya tuntutan itu, tanggal 11 Maret 1966 Presiden Sukarno membuat surat perintah kepada Jenderal Suharto. Isi surat tersebut pada dasarnya memberikansi perintah untuk mengendalikan keadaan negara. Surat perintah itu kemudian dikenal
dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Dengan turunnya Supersemar, kekuasaan politik ketika itu tidak lagi ada pada presiden, tetapi dipegang oleh Suharto hingga diangkat menjadi pejabat presiden tahun 1967.
5. Priode 1966 - 1998
Sejak diangkat sebagai presiden oleh MPRS, Presiden Suharto
bertekad menjalankan pemerintahan secara murni dan konsekuen sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kepemimpinan Suharto ingin membuat tatanan perikehidupan kenegaraan yang gres sesuai dengan pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak ingin mengulang tragedi pemerintahan sebelumnya.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahan masa itu adalah
presidensial. Presiden Suharto menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan masa itu dilakukan melalui prosedur kenegaraan yang dikenal dengan Mekanisme Kepemimpinan Nasional Lima Tahun.
Mekanisme Kepemimpinan Nasional Lima Tahun tersebut ialah sebagai memberikankut.
a. Diadakannya pemilihan umum untuk mengisi keanggotaan MPR, menentukan anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II.
b. MPR terdiri atas anggota DPR dan utusan tempat serta golongan yang ditetapkan presiden. MPR bersidang untuk menentukan presiden dan wakil presiden, serta memutuskan GBHN.
c. Presiden membentuk kabinet (menteri-menteri). Kabinet bertanggung tpendapat kepada presiden. Kabinet melaksanakan kiprah di bawah petunjuk presiden dengan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN
d. Presiden ialah mandataris MPR, presiden bertanggung tpendapat kepada MPR. Presiden memberikan laporan pertanggungtpendapatan setiap final kepemimpinan kepada MPR.
e. DPR mengawasi jalannya pemerintahan. Di samping itu, DPR
bersama presiden membentuk undang-undang.
Meskipun terlaksanakan pemerintahan telah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan presiden makin usang makin besar sehingga kekuasaan berlangsung secara absolut. Lembaga-lembaga
negara lainnya tidak bisa mengimbangi kekuasaan presiden sehingga forum kepresidenan menjadi yang paling berkuasa. Akibatnya, pada masa itu mulai merebak penyakit pejabat negara, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Di final pemerintahan pada masa itu terjadilah krisis yang
dimulai adanya krisis ekonomi tahun 1997 hingga munculnya krisis multidimensional. Rakyat yang kecewa dengan pemerintahan Orde Baru mulai menuntut perubahan kekuasaan. Akhirnya, Presiden Suharto mengakhiri kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 dan kepemimpinan diserahkan kepala wakil presiden, yaitu B.J. Habibie.
6. Periode 1998 - sekarang
Setelah Presiden Suharto mengakhiri kekuasaannya, dimulailah kurun Reformasi. Gerakan reformasi menuntut terwujudnya pemerintahan yang kebersihan dan demokratis. Pemerintahan yang kebersihan ialah pemerintahan yang bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme yang selama ini menjadi penyakit Orde Baru. Pemerintahan yang demokratis ialah pemerintahan
yang tidak sewenang-wenang kepada rakyat dan menjamin hak-hak dasar warga negara ataupun hak asasi manusia.
Sesuai dengan konstitusi yang digunakan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahan yang digunakan tetap sistem pemerintahan presidensial. Namun, untuk membuatkan sistem pemerintahan yang kebersihan dan demokratis maka Undang-Undang Dasar 1945
perlu diamandemen. Sampai ketika ini Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan. Adapun pokok-pokok sistem pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang
diamandemen ialah sebagai memberikankut ":
a. Presiden ialah kepala negara.
b. Presiden ialah kepala pemerintahan.
c. Presiden mengangkat para menteri sebagai kabinet yang selanjutnya bertanggung tpendapat kepada presiden.
d. Presiden dipilih secara pribadi oleh rakyat dan tidak bertanggung tpendapat kepada DPR.
e. Meskipun presiden tidak bertanggung tpendapat kepada DPR, tetapi DPR mempunyai kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
f. Presiden sanggup diberhentikan oleh MPR atas seruan DPR.
g. Presiden tidak sanggup membubarkan DPR.
h. DPR mempunyai fungsi pengawasan, legislatif, dan anggaran.
Demikian artikel Contoh Penyimpangan terhadap Konstitusi di Indonesia semoga sanggup memberi manfaat.
Sumber: FP friends learning together
Sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka mulailah negara Indonesia menjalankan sistem pemerintahan berdasar Undang-Undang Dasar tersebut. Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai memberikankut.
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas aturan dan tidak didasarkan atas kekuasaan belaka.
b. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme.
c. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR.
d. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR.
e. Presiden tidak bertanggung tpendapat kepada DPR, artinya kedudukan presiden tidak tergantung DPR.
f. Menteri negara ialah pembantu presiden dan tidak bertanggung tpendapat kepada DPR.
g. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Dalam situasi tersebut diberlakukan ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan yang menyatakan: “Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perberat sebelahan Agung dibuat berdasarkan UndangUndang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan proteksi sebuah komite nasional”. Berdasar pernyataan itu, pemerintahan
Indonesia sepenuhnya dijalankan oleh Presiden Sukarno dengan proteksi sebuah Komite Nasional. Akhirnya, terjadi perubahan sistem pemerintahan.
Perubahan sistem pemerintahan itu dikarenakan adanya dua hal.
a. Maklumat Wapres No. X Tanggal 16 Oktober 1945 bahwa Komite Nasional Pusat yang sebelumnya sebagai pembantu presiden menjadi tubuh yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menentukan garis besar haluan negara.
b. Maklumat pemerintah Tanggal 14 November 1945 yang
menyatakan perubahan dari kabinet presidensial ke sistem kabinet parlementer.
Kenyataan di atas memperlihatkan meskipun memakai Undang-Undang Dasar 1945 yang bercirikan presidensial, terlaksanakannya bermetamorfosis sistem pemerintahan parlementer.
Penyimpangan konstitusional dalam kurun waktu ini, antara lain sebagai memberikankut.
a. Komite Nasional Indonesia Pusat berubah fungsi dari pembantu presiden menjadi tubuh yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut memutuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara berdasarkan Maklumat Wapres No. X Tanggal 16 Oktober 1945. Seharusnya, kiprah legislatif dilakukan oleh DPR dan kiprah memutuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara dilakukan oleh MPR.
b. Sistem kabinet presidensial bermetamorfosis kabinet parlementer berdasarkan seruan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada tanggal 11 November 1945 kemudian disetujui oleh presiden. Perubahan itu diumumkan dengan Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945 bahwa kabinet presidensial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan sistem kabinet parlementer.
2. Priode 1949 - 1950
Pada tanggal 27 Desember 1949 terbentuklah negara Republik
Indonesia Serikat (RIS) yang merupakan bentuk negara federal. Negara federal RIS terdiri atas tempat negara dan satuan kenegaraan yang tegak sendiri.
a. Daerah negara ialah negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, negara Pasundan, negara Jawa Timur, negara Madura, dan negara Sumatera Timur.
b. Satuan kenegaraan yang tegak sendiri, yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Dengan terbentuknya RIS ini, negara Republik Indonesia hanyalah negara cuilan dari RIS. Oleh lantaran itu, Undang-Undang Dasar yang digunakan negara RIS ialah Konstitusi RIS 1949. Sebaliknya, Undang-Undang Dasar 1945 hanya digunakan oleh negara Republik Indonesia yang memberikanbu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan memakai prinsip parlementer, tetapi tidak mutlak sehingga disebut Quasi Parlementer.
Pokok-pokok sistem pemerintahan masa RIS ialah sebagai
memberikankut.
a. Presiden dengan kuasa dari perwakilan negara cuilan menunjuk tiga pembentuk kabinet (Pasal 74 Ayat (1) KRIS).
b. Presiden mengangkat salah seorang dari pembentuk kabinet tersebut sebagai perdana menteri (Pasal 74 Ayat (3) KRIS).
c. Presiden juga membentuk kabinet atau dewan menteri sesuai proposal pembentuk kabinet (Pasal 74 Ayat (3) KRIS).
d. Menteri-menteri (dewan menteri) dalam bersidang dipimpin oleh perdana menteri (Pasal 76 Ayat (1) KRIS). Perdana menteri juga melaksanakan kiprah keseharian presiden kalau presiden berhalangan.
e. Presiden bersama menteri merupakan pemerintah. Presiden ialah kepala pemerintahan (Pasal 68 Ayat (1) KRIS).
f. Presiden juga berkedudukan sebagai kepala negara yang tidak sanggup diganggu gugat (Pasal 69 Ayat (1) dan Pasal 118 Ayat (1) KRIS).
g. Menteri-menteri bertanggung tpendapat baik secara sendiri atau
bersama-sama kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 118 Ayat (2) KRIS).
h. Dewan Perwakilan Rakyat tidak sanggup memaksa menteri meletakkan jabatannya (Pasal 122 KRIS).
Pelaksanaan Konstitusi RIS ini tidak berjalan usang lantaran negara
RIS bukanlah harapan bangsa Indonesia. Beberapa negara cuilan yang terkumpul dalam RIS satu per satu menggabungkan diri ke negara Republik Indonesia. Akibatnya, negara federal RIS hanya tinggal tiga negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, negara Sumatera Timur. Ketiga negara cuilan itu bermusyawarah dan kesudahannya mencapai kata sepakat untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Kembalinya negara RIS ke bentuk negara kesatuan, maka konstitusi pun mengalami perubahan. Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar Sementara yang merupakan perubahan dari Konstitusi RIS.
Perubahan ini tertuang dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1950 perihal Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia menjadi UndangUndang Dasar Sementara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar ini dikenal dengan UUDS 1950. Dengan UUDS 1950 ini, Indonesia menjalankan pemerintahan yang baru.
Penyimpangan konstitusional dalam kurun waktu itu, antara lain sebagai memberikankut.
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia bermetamorfosis Negara Federasi Republik Indonesia Serikat (RIS). Perubahan tersebut berdasarkan pada konstitusi RIS.
b. Kekuasaan legislatif yang seharusnya dilaksanakan presiden dan DPR dilaksanakan DPR dan senat.
3. Priode 1950 - 1959
UUDS 1950 ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 dan mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1950. Mulai ketika itulah terjadi perubahan pemerintahan di Indonesia. Bentuk negara kembali ke bentuk kesatuan dengan sistem pemerintahan parlementer. Kabinet dipimpin oleh perdana menteri yang bertanggung tpendapat kepada parlemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan masa UUDS 1950 ialah sebagai memberikankut.
a. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara yang dibantu oleh seorang wakil presiden (Pasal 45 Ayat (1) dan (2) UUDS).
b. Presiden dan wakil presiden tidak sanggup diganggu gugat (Pasal 83 Ayat (1) UUDS).
c. Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang sebagai pembentuk kabinet. Sesuai proposal pembentuk kabinet, presiden mengangkat seorang perdana menteri dan mengangkat menteri-menteri yang lain (Pasal 51 Ayat (1) dan (2) UUDS).
d. Perdana menteri memimpin kabinet (dewan menteri).
e. Menteri-menteri, baik secara sendiri maupun bersama-sama
bertanggung tpendapat atas kudang keringjakan pemerintah kepada DPR (Pasal 83 Ayat (2) UUDS).
f. Presiden berhak membubarkan DPR (Pasal 84 Ayat (1) UUDS).
Adanya pertanggungtpendapatan menteri kepada DPR memperlihatkan adanya sistem parlementer. Apabila menteri tidak sanggup bertanggung tpendapat, maka DPR mengajukan mosi tidak percaya kepada kabinet sehingga kabinet mengundurkan
diri atau bubar. Pada kurun waktu 1950-1959 kabinet di Indonesia sering berganti lantaran adanya mosi tidak percaya dari DPR.
Pada masa sistem pemerintahan ini terdapat Dewan Konstituante
yang bertugas membuat undang-undang dasar gres sebagai pangganti dari UUDS 1950. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 134 UUDS 1950 yang menyatakan Dewan Konstituante gotong royong dengan pemerintah selekas-lekasnya memutuskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan
menggantikan UUDS ini. Dewan Konstituante mulai bersidang tahun 1955. Namun dalam kurun waktu 2 tahun, Dewan Konstituante tidak menghasilkan undang-undang dasar yang baru. Oleh karean itu, pemerintah melalui Perdana Menteri Djuanda mengusulkan untuk kembali ke UUD
1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Saran dari Perdana Menteri Djuanda tersebut pada dasarnya sanggup diterima anggota Dewan Konstituante, tapi mereka berbeda dalam pandangan. Akhirnya, diadakan pemungutan bunyi atau musyawarah untuk menentukan perbedaan pandangan tersebut. Karena tidak sanggup memperoleh dukungan bunyi yang memenuhi persyaratan, yaitu disetujui
2/3 dari jumlah anggota yang tiba maka Dewan Konstituante mengalami kebuntuan sehingga Dewan Konstituante dianggap tidak bisa lagi menjalankan tugasnya.
Akhirnya, Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan keputusan presiden yang dikenal dengan Dekret Presiden 5 Juli 1959.
Isi Dekret Presiden tersebut ialah sebagai memberikankut.
a. Menetapkan pembubaran Dewan Konstituante.
b. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi bangsa Indonesia dan tidak berlakunya UUDS 1950.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat.
Dekret Presiden 5 Juli 1959 menandai berlakunya kembali sistem
pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Penyimpangan konstitusional dalam kurun waktu ini ialah berubahnya sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Akibat penyimpangan itu ialah kekacauan, baik di bidang politik, keamanan, maupun ekonomi sehingga tidak tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan yang disebabkan oleh sering bergantinya kabinet.
4. Priode 1959 - 1966
Sejak dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959, Indonesia memasuki
periode demokrasi terpimpin dengan memakai sistem pemerintahan
presidensial. Presiden Sukarno menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia. Namun, dalam terlaksanakannya terjadi penyimpangan atas sistem pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa penyimpangan tersebut, antara lain sebagai memberikankut.
a. MPRS mengambil keputusan memutuskan Presiden Sukarno sebagai presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang memutuskan masa jabatan presiden 5 tahun.
b. MPRS memutuskan pidato presiden yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” sebagai GBHN tetap. Hal ini bertentangan
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
c. Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri negara.
Pelantikan Suharto menjadi presiden menggantikan Sukarno.
d. Presiden membuat penetapan presiden yang semestinya berupa undang-undang.
e. Presiden membubarkan forum DPR dan membentuk DPR Gotong royong.
Pada kurun waktu ini terjadi pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S/PKI) sehingga membuat keadaan negara kacau. Tuntutan rakyat biar presiden membubarkan PKI banyak disuarakan khususnya oleh mahasiswa. Tuntutan rakyat itu dikenal dan banyak digunakan dengan sebutan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yaitu bubarkan PKI, kebersihankan kabinet dari unsur-unsur PKI, dan turunkan harga.
Dengan adanya tuntutan itu, tanggal 11 Maret 1966 Presiden Sukarno membuat surat perintah kepada Jenderal Suharto. Isi surat tersebut pada dasarnya memberikansi perintah untuk mengendalikan keadaan negara. Surat perintah itu kemudian dikenal
dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Dengan turunnya Supersemar, kekuasaan politik ketika itu tidak lagi ada pada presiden, tetapi dipegang oleh Suharto hingga diangkat menjadi pejabat presiden tahun 1967.
5. Priode 1966 - 1998
Sejak diangkat sebagai presiden oleh MPRS, Presiden Suharto
bertekad menjalankan pemerintahan secara murni dan konsekuen sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kepemimpinan Suharto ingin membuat tatanan perikehidupan kenegaraan yang gres sesuai dengan pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak ingin mengulang tragedi pemerintahan sebelumnya.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahan masa itu adalah
presidensial. Presiden Suharto menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan masa itu dilakukan melalui prosedur kenegaraan yang dikenal dengan Mekanisme Kepemimpinan Nasional Lima Tahun.
Mekanisme Kepemimpinan Nasional Lima Tahun tersebut ialah sebagai memberikankut.
a. Diadakannya pemilihan umum untuk mengisi keanggotaan MPR, menentukan anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II.
b. MPR terdiri atas anggota DPR dan utusan tempat serta golongan yang ditetapkan presiden. MPR bersidang untuk menentukan presiden dan wakil presiden, serta memutuskan GBHN.
c. Presiden membentuk kabinet (menteri-menteri). Kabinet bertanggung tpendapat kepada presiden. Kabinet melaksanakan kiprah di bawah petunjuk presiden dengan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN
d. Presiden ialah mandataris MPR, presiden bertanggung tpendapat kepada MPR. Presiden memberikan laporan pertanggungtpendapatan setiap final kepemimpinan kepada MPR.
e. DPR mengawasi jalannya pemerintahan. Di samping itu, DPR
bersama presiden membentuk undang-undang.
Meskipun terlaksanakan pemerintahan telah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan presiden makin usang makin besar sehingga kekuasaan berlangsung secara absolut. Lembaga-lembaga
negara lainnya tidak bisa mengimbangi kekuasaan presiden sehingga forum kepresidenan menjadi yang paling berkuasa. Akibatnya, pada masa itu mulai merebak penyakit pejabat negara, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Di final pemerintahan pada masa itu terjadilah krisis yang
dimulai adanya krisis ekonomi tahun 1997 hingga munculnya krisis multidimensional. Rakyat yang kecewa dengan pemerintahan Orde Baru mulai menuntut perubahan kekuasaan. Akhirnya, Presiden Suharto mengakhiri kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 dan kepemimpinan diserahkan kepala wakil presiden, yaitu B.J. Habibie.
6. Periode 1998 - sekarang
Setelah Presiden Suharto mengakhiri kekuasaannya, dimulailah kurun Reformasi. Gerakan reformasi menuntut terwujudnya pemerintahan yang kebersihan dan demokratis. Pemerintahan yang kebersihan ialah pemerintahan yang bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme yang selama ini menjadi penyakit Orde Baru. Pemerintahan yang demokratis ialah pemerintahan
yang tidak sewenang-wenang kepada rakyat dan menjamin hak-hak dasar warga negara ataupun hak asasi manusia.
Sesuai dengan konstitusi yang digunakan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahan yang digunakan tetap sistem pemerintahan presidensial. Namun, untuk membuatkan sistem pemerintahan yang kebersihan dan demokratis maka Undang-Undang Dasar 1945
perlu diamandemen. Sampai ketika ini Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan. Adapun pokok-pokok sistem pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang
diamandemen ialah sebagai memberikankut ":
a. Presiden ialah kepala negara.
b. Presiden ialah kepala pemerintahan.
c. Presiden mengangkat para menteri sebagai kabinet yang selanjutnya bertanggung tpendapat kepada presiden.
d. Presiden dipilih secara pribadi oleh rakyat dan tidak bertanggung tpendapat kepada DPR.
e. Meskipun presiden tidak bertanggung tpendapat kepada DPR, tetapi DPR mempunyai kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
f. Presiden sanggup diberhentikan oleh MPR atas seruan DPR.
g. Presiden tidak sanggup membubarkan DPR.
h. DPR mempunyai fungsi pengawasan, legislatif, dan anggaran.
Demikian artikel Contoh Penyimpangan terhadap Konstitusi di Indonesia semoga sanggup memberi manfaat.
Sumber: FP friends learning together
Advertisement